Pengertian
Hablum Minallah dan Hablum Minannas
Kalau dimaknakan secara bahasa, hablum minallah itu adalah
hubungan dengan Allah dan hablum minan-nas adalah hubungan dengan manusia. Akan
tetapi dalam pengertian istilah syari'ah maknanya adalah sebagai berikut:
- Hablum minallah , maknanya ialah perjanjian dari Allah. Yaitu masuk Islam atau beriman dengan Islam sebagai jaminan keselamatan bagi mereka di dunia dan akherat. Atau tunduk kepada pemerintahan Muslimin dengan jaminan dari pemerintah itu sebagaimana yang diatur oleh Syari'ah dalam perkara hak dan kewajiban orang kafir dzimmi (yaitu orang kafir yang menjadi warga negara Islam) untuk mendapatkan jaminan perlindungan hak-haknya sebagai manusia di dalam kehidupan dunia saja, dan mendapat ancaman adzab di akhirat. (Lihat Tafsir At-Thabari , Tafsir Al-Baghawi , dan Tafsir Ibnu Katsir tentang pengertian surat Ali Imran 112).
- Hablum minan-nas , maknanya ialah perjanjian dari kaum Mukminin dalam bentuk jaminan keamanan bagi orang kafir dzimmi dengan membayar upeti bagi kaum Mukminin melalui pemerintahnya untuk hidup sebagai warga negara Islam dari kalangan minoritas non Muslim. Atau dengan bahasa lain ialah dalam berinteraksi dengan sesama manusia, maka jaminan yang bisa dipercaya hanyalah dari kaum Muslimin yang dibimbing oleh Syari'at Allah Ta'ala.
Dengan demikian, akhlaqul karimah
dibangun di atas kerangka hubungan dengan Allah melalui perjanjian yang diatur
dalam Syari'at-Nya berkenaan dengan kewajiban menunaikan hak-hak Allah Ta'ala
dan juga kerangka hubungan dengan sesama manusia melalui kewajiban menunaikan
hak-hak sesama manusia baik yang muslim maupun yang kafir. Dari kerangka inilah
kemudian diuraikan kriteria akhlaqul karimah . Hak-hak Allah itu ialah
mentauhidkan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain-Nya. Yaitu
menunaikan tauhidullah dan menjauhi syirik , mentaati Rasul-Nya dan menjauhi
bid'ah (yakni penyimpangan dari ajarannya). Dan inilah sesungguhnya prinsip
utama bagi akhlaqul karimah , yang kemudian dari prinsip ini akhlaq Rasulullah
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dipuji dan disanjung oleh Allah Ta'ala
dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya engkau (hai
Muhammad) di atas akhlaq yang agung.” ( Al-Qalam : 4)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah menerangkan tentang ayat ini:
“Dan adapun akhlaq yang agung yang Allah terangkan bahwa ia itu ada pada Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam , pengertiannya adalah pengamalan segenap ajaran agama ini, yaitu segenap apa yang Allah perintahkan dengan mutlak.” ( Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah jilid ke 10 halaman 658).
“Dan adapun akhlaq yang agung yang Allah terangkan bahwa ia itu ada pada Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam , pengertiannya adalah pengamalan segenap ajaran agama ini, yaitu segenap apa yang Allah perintahkan dengan mutlak.” ( Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah jilid ke 10 halaman 658).
Dalam pengertian yang demikian
inilah akhlaq Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam sebagai
penafsiran yang sah bagi ajaran Allah yang ada di dalam Al-Qur'an, sebagaimana
hal ini dinyatakan oleh Aisyah Ummul Mu'minin radliyallahu `anha :
“Akhlaq Rasulullah itu adalah Al-Qur'an.” (HR. Muslim ).
“Akhlaq Rasulullah itu adalah Al-Qur'an.” (HR. Muslim ).
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin
Muflih Al-Maqdisi rahimahullah dalam kitabnya Al-Aadaab Asy-Syar'iyyah
menerangkan tentang pengertian daripada pernyataan A'isyah ini sebagai berikut:
“Maksudnya ialah, bahwa beliau
berpegang dengan adab-adab yang diajarkan oleh Al-Qur'an, dan segenap perintah
yang ada padanya dan juga segenap larangannya, juga berpegang dengan apa yang
dikandunginya dari kemuliaan akhlaq dan kebaikan perangai serta kelembutan.” (
Al-Aadaab Asy-Syar'iyyah , jilid ke dua hal. 194).
Bahkan Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam menyatakan:
“Sesungguhnya seorang Mu'min itu
akan bisa mencapai derajat amalan puasa dan shalat malam dengan memiliki akhlaq
yang baik.” (HR. Abu Dawud dalam Sunan nya, Kitabul Adab bab Fi Husnil Khuluq
hadits ke 4798 dari A'isyah radliyallahu `anha ).
Al-`Allamah Abit Thayyib Muhammad
Syamsul Haq Al-Adhim Abadi rahimahullah dalam kitabnya Aunul Ma'bud Syarah
Sunan Abi Dawud menerangkan makna hadits tersebut di atas:
“Orang Mu'min yang mempunyai akhlaq
yang baik diberi keutamaan yang besar seperti ini, karena memang orang yang
puasa dan orang yang shalat malam adalah orang-orang yang berjihad melawan hawa
nafsunya. Demikian pula orang yang akhlaqnya baik terhadap manusia, walaupun
kenyataannya manusia itu beraneka ragam tabiatnya juga tingkah laku mereka yang
berbeda-beda satu dengan lainnya, maka dengan tetap dia berakhlaq yang baik
kepada semua mereka itu, berarti dia harus berjihad melawan berbagai hawa nafsu
dari banyak orang itu. Sehingga dengan demikian, Mu'min yang berakhlaq seperti
ini mencapai keutamaan seperti yang dicapai oleh orang yang banyak puasa sunnah
dan selalu menunaikan shalat malam. Kedudukannya sederajat dengan mereka,
bahkan kadang-kadang derajatnya lebih tinggi.” ( Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abi
Dawud juz 13 halaman 154).
Juga Rasulullah shallallahu `alaihi
wa alihi wa sallam menegaskan tentang keutamaan orang Mu'min yang mempunyai
akhlaq yang mulia dalam sabda beliau sebagai berikut:
“Sesungguhnya orang yang terbaik
dari kalangan kalian adalah yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Bukhari dalam
Shahih nya Kitabul Adab bab Husnul Khuluq was Sakha' wa Maa Yukrahu Minal
Bukhli hadits ke 6035 dari Abdullah bin Amr, lihat Fathul Bari juz 10 hal.
456).
sumber :
http://mossdefcommunity.blogspot.com